Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُقَاتِلٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ أَخْبَرَنَا مُوسَى بْنُ عُقْبَةَ عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلَاءَ لَمْ يَنْظُرْ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ إِنَّ أَحَدَ شِقَّيْ ثَوْبِي يَسْتَرْخِي إِلَّا أَنْ أَتَعَاهَدَ ذَلِكَ مِنْهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّكَ لَسْتَ تَصْنَعُ ذَلِكَ خُيَلَاءَ
قَالَ مُوسَى فَقُلْتُ لِسَالِمٍ أَذَكَرَ عَبْدُ اللَّهِ مَنْ جَرَّ إِزَارَهُ قَالَ لَمْ أَسْمَعْهُ ذَكَرَ إِلَّا ثَوْبَهُ
Muhammad bin Muqatil menuturkan kepada kami. Dia berkata; Abdullah mengabarkan kepada kami. Dia berkata; Musa bin ‘Uqbah mengabarkan kepada kami dari Salim in Abdullah dari Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhuma, dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menjulurkan pakaiannya karena sombong maka Allah tidak akan memperhatikannya pada hari kiamat.” Maka Abu Bakar berkata, “Sesungguhnya salah satu sisi pakaian saya melonggar hingga menyebabkan kainku terlabuh (ke bawah) kecuali apabila aku terus menerus mengencangkannya.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya engkau tidak melakukannya karena sombong.”
Musa berkata, “Aku berkata kepada Salim; ‘Apakah Abdullah menyebutkan; barangsiapa yang menjulurkan sarungnya?’ Maka Salim menjawab, ‘Aku tidak mendengar dia melainkan berkata; pakaiannya.’.” (HR. Bukhari dalam Kitab Fadha’il as-Shahabah, hadits no. 3665, lihat Fath al-Bari [7/29])
Hadits yang mulia ini mengandung banyak pelajaran, di antaranya :
- Keutamaan Abu Bakar as-Shiddiq radhiyallahu’anhu dimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan bahwa beliau tidak menjulurkan pakaiannya karena sombong
- Abu Bakar memiliki rasa takut yang dalam terhadap ancaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada orang-orang yang bermaksiat
- Menjulurkan pakaian karena kesombongan dan untuk berbangga diri adalah dosa dan kemaksiatan
- Hadits ini menunjukkan haramnya menjulurkan pakaian karena sombong, baik dengan memanjangkan celana, jubah, atau sarung melebihi mata kaki atau memanjangkan lengan baju sehingga melebihi pergelangan tangan
- Hadits ini menunjukkan wajibnya mengimani adanya hari kiamat, kebangkitan manusia dari kuburnya, hidup sesudah kematian, dan pembalasan amal
- Hadits ini menunjukkan bahwa Abu Bakar senantiasa berusaha menjaga pakaiannya agar tidak menjulur melebihi mata kaki, namun terkadang beliau lengah sehingga menyebabkan kain itu menjulur secara tidak sengaja (lihat Syarh Ushul min Ilmi Ushul ibni Utsaimin, hal. 261)
- Hadits ini menunjukkan bahwa para ulama salaf sangat berhati-hati dalam meriwayatkan hadits dan menjaganya dengan baik tanpa mengubah-ubahnya barang sedikit pun
- Salim mendengar hadits ini langsung dari penuturan Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhuma
- Hadits ini menunjukkan bahwa para ulama hadits bersungguh-sungguh dalam meriwayatkan hadits dan meneliti kebenaran riwayat yang mereka dengar
- Di dalam hadits ini tidak terdapat hujjah bagi orang yang mengatakan bolehnya isbal (menjulurkan pakaian, sarung atau celana melebihi mata kaki) apabila bukan karena kesombongan. Ancaman yang diberikan kepada orang yang isbal karena sombong dan ancaman yang ditujukan kepada orang yang isbal tanpa niat sombong berbeda. Orang yang isbal diancam akan terkena api neraka di bagian yang melebihi mata kaki tersebut (sebagaimana dalam riwayat Bukhari) sedangkan orang yang isbal karena sombong maka hukumannya lebih dahsyat yaitu Allah tidak akan memperhatikannya pada hari kiamat. Lafazh mutlaq pada hadits isbal tanpa sombong tidak bisa dibawa kepada lafazh muqayyad pada hadits dengan kesombongan dikarenakan hukum yang ditetapkan pada kedua keadaan ini berbeda, maka dalam hal ini lafazh yang mutlaq tidak boleh dibawa kepada lafazh yang muqayyad. Sebab apabila lafazh yang mutlaq ini dibawa kepada lafazh muqayyad maka akan menafikan hukuman yang Allah ancamkan pada lafazh yang mutlaq sehingga hadits yang satu justru mendustakan hadits lainnya (silakan baca Syarh Ushul min Ilmi Ushul li Ibni Utsaimin, hal. 260-262). Syaikh Walid juga menambahkan bahwa hadits ini tidak bisa dijadikan dalil bagi orang yang memakruhkan isbal tanpa sombong, kalau pun bisa maka hadits ini justru menjadi dalil mubahnya bukan makruh, imma mubah imma haram, hanya dua kemungkinan hukum itu saja yang bisa diambil dari hadits ini. Namun hadits-hadits lain menegaskan bahwa isbal tanpa sombong adalah haram. Wallahu a’lam.